Jumat, 13 Januari 2012

SOLUSIO PLASENTA

                  SOLUSIO PLASENTA
A. Defenisi
        Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablation plasentae,abruption plasentae,accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted plasenta.
        Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.

B. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
1.      Solusio plasenta parsialis
      Bila hanya sebagian saja plsenta terlepas dari tempat perlekatannya.
2.      Solusio plasenta totalis (komplet)
      Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya.
3.   Kadang-kadang plasenta ini turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan          dalam,disebut prolapsus plasenta
Ada yang membagi  menurut tingkat gejala klinik menjadi ringan, sedang, dan berat.
Ada yang membagi menurut penyebabnya:
  1. Non toksik:
      Biasanya ringan dan terjadinya sewaktu partus
  1. Toksik:
      Lebih parah, terjadinya biasanya pada kehamilan trimester ketiga, dan disertai     kelainan-kelainan organik.

C. Etiologi

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:
Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju keruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laut melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retoplasenter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:

(1)   factor vaskuler (80-90 %), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematom retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
(2)   Faktor trauma:
o   Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.
o   Tarikkan pada tali pusat yang pendekakibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
(3)   Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada milti dari pada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 milti dan 18 primi.
(4)   Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
(5)   Trauma langsung seperti jatuh, kena tendangan dan lain-lain.
D.Manifestasi Klinis
Gejala Utama
Perdarahan pervaginam berwarna kehitaman dengan uterus yang terasa nyeri dan tegang.
Gambaran klinik
Perdarahan yang timbul akibat solusio plasenta lebih sering terjadi pada triwula ketiga kehamilan. Penampilan klinik solusio plasenta dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.      Solusio Plasenta Ringan
2.      Solusio Plasenta Sedanng
3.      Solusio Plasenta Berat

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapat koagulum-koagulum darah dan krater.


Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan:
(1)   Anamnesis
o   Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut; kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sekit, dimana plasenta terlepas.
o   Perdarahan pervaginam yang bersifat bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuandarah.
o   Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
o   Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
o   Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan dan faktor kausal yang lain.
(2)   Inspeksi
o   Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan .
o   Pucat, sianosis, keringat dingin.
o   Kelihatan darah keluar pervaginam
(3)   Palpasi
o   Fundus uteri tambah naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
o   Uterus teraba tegang dank eras seperti papan yang disebut uterus in bois (woodenuterus) baik waktu his maupun diluar his.
o   Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
o   Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
(4)   Auskultasi
Sulit karena uterus tagang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.
(5)    Pemeriksaan dalam
o   Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
o   Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.
o   Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
(6)    Pemeriksaan umum
o   Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
o   Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
(7)    Pemeriksaan laboratorium
o   Urin
Albumin (+); pada pemeriksaan sediment terdapat silinder dan lekosit.
o   Darah
Hb menurun (anemia), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah atau hipofibrionogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%)
(8)   Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanys. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
Perdarahan pada Solusio Plasenta

Perdarahan pada solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di belakang plasenta (hematoma retroplasenter); darah tinggal saja didalam rahim yang disebut internal haemorrhage (concealed haemorrhage); masuk merembes ke dalam amnion; atau keluar melalui vagina (antara) selaput ketuban dengan dinding uterus), yang disebut external haemorrhage (revealed haemorrhage).
Jika solusio plasenta lebih berat dapat terjadi couvelair uterus (apopleksi uteroplasenter). Dalam hal ini darah merembes memasuki otot-otot rahim sampai kenawah serosa, bahkan kadang-kadang sampai ke ligamentum latum dan melalui tuba masuk kerongga panggul. Uterus kelihatan lebih besar, dinding uterus penuh dengan bintik-bintik merah hematoma dari kecil sampai besar.

Ada 2 bentuk Couvelair Uterus, yaitu:
1)      Couvelair Uterus dengan kontraksi uterus baik.
2)      Couvelair Uterus dengan kontraksi uterus jelek, sehingga terjadi perdarahan postpartum.

Couvelair Uterus terjadi karena berbagai teori, antara lain vasospasme, perubahan-perubahan toksik, adanya hematoma retroplasenter yang hebat, uterus yang terlalu regang atau a/hipofibrinogenemia.
Hal-hal tersebut menyebabkan pembuluh darah dinding uturus pecah.

Diagnosis Banding

o   Solusio plasenta
o   Plasenta previa
o   Rupture uteri

Komplikasi

a)      Langsung (immediate)
o   Perdarahan
o   Infeksi
o   Emboli dan Syok obstetric
b)      Komplikasi tidak langsung (delayed)
o   Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum
o   a/hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan postpartum
o   nekrosis korteks renalis, menyababkan anuria dan uremia
o   kerusakan-kerusakan argan seperti hati, hipofisis dan lain-lain.

Terapi

(1)   Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika intrauterine bertambah lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu / mengawasi kita berikan:
o   Suntikan morfin subkutan
o   Stimulasi dangan kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol
o   Transfuse darah

      Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan takanan darah, dan ini akan manambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu. Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.
      Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamine dalam sirkulasi ibu.
(2)   Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif obstetric.

Langkah-langkah:

(a)    Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:
o   Aliran setuju (pro), dengan alas an bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterine yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
o   Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarah yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau di biarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterine dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.

(b)    Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikutidengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-hiks.
(c)    Bila pembukaan sudah lengkap atau hamper lengkap dan kepala sudah turun sanpai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukan embriotomi.
(d)   Seksio sesarea biasanya dilakukan pada keadaan:
o   Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
o   Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil
o   Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
(e)    Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.
(f)     Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
(g)    Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.


DAFTAR PUSTAKA



Mochtar Rusfam,1998. sinopsis obstetri, obstetri fisiologi,obstetri patologi. Edisi II, jilid I. EGC. Jakarta.