Jumat, 13 Januari 2012

SOLUSIO PLASENTA

                  SOLUSIO PLASENTA
A. Defenisi
        Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablation plasentae,abruption plasentae,accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted plasenta.
        Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.

B. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
1.      Solusio plasenta parsialis
      Bila hanya sebagian saja plsenta terlepas dari tempat perlekatannya.
2.      Solusio plasenta totalis (komplet)
      Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya.
3.   Kadang-kadang plasenta ini turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan          dalam,disebut prolapsus plasenta
Ada yang membagi  menurut tingkat gejala klinik menjadi ringan, sedang, dan berat.
Ada yang membagi menurut penyebabnya:
  1. Non toksik:
      Biasanya ringan dan terjadinya sewaktu partus
  1. Toksik:
      Lebih parah, terjadinya biasanya pada kehamilan trimester ketiga, dan disertai     kelainan-kelainan organik.

C. Etiologi

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:
Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju keruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laut melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retoplasenter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:

(1)   factor vaskuler (80-90 %), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematom retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
(2)   Faktor trauma:
o   Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.
o   Tarikkan pada tali pusat yang pendekakibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
(3)   Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada milti dari pada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 milti dan 18 primi.
(4)   Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
(5)   Trauma langsung seperti jatuh, kena tendangan dan lain-lain.
D.Manifestasi Klinis
Gejala Utama
Perdarahan pervaginam berwarna kehitaman dengan uterus yang terasa nyeri dan tegang.
Gambaran klinik
Perdarahan yang timbul akibat solusio plasenta lebih sering terjadi pada triwula ketiga kehamilan. Penampilan klinik solusio plasenta dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.      Solusio Plasenta Ringan
2.      Solusio Plasenta Sedanng
3.      Solusio Plasenta Berat

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapat koagulum-koagulum darah dan krater.


Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan:
(1)   Anamnesis
o   Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut; kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sekit, dimana plasenta terlepas.
o   Perdarahan pervaginam yang bersifat bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuandarah.
o   Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
o   Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
o   Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan dan faktor kausal yang lain.
(2)   Inspeksi
o   Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan .
o   Pucat, sianosis, keringat dingin.
o   Kelihatan darah keluar pervaginam
(3)   Palpasi
o   Fundus uteri tambah naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
o   Uterus teraba tegang dank eras seperti papan yang disebut uterus in bois (woodenuterus) baik waktu his maupun diluar his.
o   Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
o   Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
(4)   Auskultasi
Sulit karena uterus tagang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.
(5)    Pemeriksaan dalam
o   Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
o   Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.
o   Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
(6)    Pemeriksaan umum
o   Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
o   Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
(7)    Pemeriksaan laboratorium
o   Urin
Albumin (+); pada pemeriksaan sediment terdapat silinder dan lekosit.
o   Darah
Hb menurun (anemia), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah atau hipofibrionogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%)
(8)   Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanys. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
Perdarahan pada Solusio Plasenta

Perdarahan pada solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di belakang plasenta (hematoma retroplasenter); darah tinggal saja didalam rahim yang disebut internal haemorrhage (concealed haemorrhage); masuk merembes ke dalam amnion; atau keluar melalui vagina (antara) selaput ketuban dengan dinding uterus), yang disebut external haemorrhage (revealed haemorrhage).
Jika solusio plasenta lebih berat dapat terjadi couvelair uterus (apopleksi uteroplasenter). Dalam hal ini darah merembes memasuki otot-otot rahim sampai kenawah serosa, bahkan kadang-kadang sampai ke ligamentum latum dan melalui tuba masuk kerongga panggul. Uterus kelihatan lebih besar, dinding uterus penuh dengan bintik-bintik merah hematoma dari kecil sampai besar.

Ada 2 bentuk Couvelair Uterus, yaitu:
1)      Couvelair Uterus dengan kontraksi uterus baik.
2)      Couvelair Uterus dengan kontraksi uterus jelek, sehingga terjadi perdarahan postpartum.

Couvelair Uterus terjadi karena berbagai teori, antara lain vasospasme, perubahan-perubahan toksik, adanya hematoma retroplasenter yang hebat, uterus yang terlalu regang atau a/hipofibrinogenemia.
Hal-hal tersebut menyebabkan pembuluh darah dinding uturus pecah.

Diagnosis Banding

o   Solusio plasenta
o   Plasenta previa
o   Rupture uteri

Komplikasi

a)      Langsung (immediate)
o   Perdarahan
o   Infeksi
o   Emboli dan Syok obstetric
b)      Komplikasi tidak langsung (delayed)
o   Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum
o   a/hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan postpartum
o   nekrosis korteks renalis, menyababkan anuria dan uremia
o   kerusakan-kerusakan argan seperti hati, hipofisis dan lain-lain.

Terapi

(1)   Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika intrauterine bertambah lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu / mengawasi kita berikan:
o   Suntikan morfin subkutan
o   Stimulasi dangan kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol
o   Transfuse darah

      Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan takanan darah, dan ini akan manambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu. Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.
      Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamine dalam sirkulasi ibu.
(2)   Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif obstetric.

Langkah-langkah:

(a)    Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:
o   Aliran setuju (pro), dengan alas an bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterine yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
o   Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarah yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau di biarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterine dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.

(b)    Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikutidengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-hiks.
(c)    Bila pembukaan sudah lengkap atau hamper lengkap dan kepala sudah turun sanpai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukan embriotomi.
(d)   Seksio sesarea biasanya dilakukan pada keadaan:
o   Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
o   Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil
o   Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
(e)    Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.
(f)     Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
(g)    Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.


DAFTAR PUSTAKA



Mochtar Rusfam,1998. sinopsis obstetri, obstetri fisiologi,obstetri patologi. Edisi II, jilid I. EGC. Jakarta.

Selasa, 08 Februari 2011

Persalinan Normal

A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain. Dengan bantuan atau tanpa bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:
1.Persalinan spontan
Bila Persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2.Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3.Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
Bebreapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut :
1.      Abortus
v  Terbentuknya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan.
v  Umur hamil sebelum 28 minggu
v  Berat janin kurang dari 1.000 gr
2.      Persalinan prematuritas
v    Persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36 minggu
v  Berat janin kurang dari 2.499 gr
3.      Persalinan aterm
v  Persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu
v  Berat janin di atas 2. 500 gr
4.      Persalinan serotinus
v  Persalinan melampaui umur hamil 42 minggu
v  Pada janin terdapat tanda postmaturitas
5.      Persalinan presipitatus
v  Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam
Istilah-istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan adalah :
Gravida           : Wanita yang sedang hamil.
Primigravida    : Wanita yang hamil untuk pertama kali
Para                 : Wanita yang pernah melahirkan bayi aterm
Primipara         : Wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali
Multipara (pleuripara) : Wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali
Grandemultipara            : Wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali.

Pengalaman wanita berkaitan dengan kehamilan, abortus, persalinan premature, dan persalinan aterm serta anak yang hidup dapat dituliskan sebagai GV.P 301 yang artinya kehamilan ke lima, hamil aterm sebanyak ltiga kali, satu kali abortus, dan anak yang hidup sebanyak dua orang. Untuk memudahkan mengingat arti P3021 dijabarkan dengan “Apah”. Diman A : hamil aterm. P: persalinan premature, A : abortus (keguguran). H: anak yang hidup.
Proses terjadinya persalinan
Bagaiman terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his.
Perlu didketahui bahwa ada 2 hormon yang dominant saat hamil, yaitu:
1.      Estrogen
v  Meningkatkan sensitivitas otot rahim
v  Menyediakan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
2.      Progesterone
v  Menurunkan sensitivitas otot rahim
v  Menyediakan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
v  Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesterone terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton hicks. Kontraksi Braxton hicks akan menjadi kekuatan dominant saat mulainya persalinan, oleh karena itu makin tua hamil frekuensi kontaraksi makin sering.
 Oksitosin diduga bekerja sama atau melalui prostaglandin yang makain meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15. di samping itu factor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim.
Berdasarkan urain tersebut dapat di kemukakan beberapa yang menyatakan kemungkinan proses persalinan :
1.      Teori keregangan
v  Oto rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
v  Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
v  Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan
2.      Teori penurunan progesterone
v  Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, di mana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
v  Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap oksitosin.
v  Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone.
3.      Teori oksitosin internal
v  oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
v  Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton hicks.
v  Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat di mulai.

4.      Teori prostaglandin
v  konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
v  Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi di keluarkan.
v  Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5.      Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
v  teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh linggin 1973
v  malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasil kehamilan kelinci berlangsung lebih lama.
v  Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan.
v  Dari percobaan tersebut di simpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan.
v  Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Bagaimana terjadinya persalinan masih tetap belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua factor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifactor. Berdasarkan teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat di lakukan dengan jalan :
1.      Memecahkan ketuban
v  Mengurangi keregangan otot rahim sehingga, kontraksi segera dapat di mulai.
v  Keregangan yang melampaui bata melemahkan kontraksi rahim, sehingga perlu di perkecil, agar his dapat di mulai.
Aktivatas kontraksi rahim (his) mempunyai beberapa cirri khas sebagai berikut :
  1. Saat Hamil
Perubahan penimbangan estrogen dan progesterone menimbulkan kontraksi otot rahim dengan sifat tidak teratur menyeluruh , tidak nyeri, dan berkekuatan 5 mmHg yang di sebut kontraksi Braxton hicks. Makin tua kehamilan, kontraksi Braxton hicks makin sering terjadi sejak umur 30 minggu. Kekuatan kontraksi braxto hicks akan menjadi kekuatan his dalam persalinan.
  1. kekuatan his kala pertama.
Sifat kontraksi otot rahim kala pertama adalah :
v  Kontraksi bersifat simetris
v  Fundal dominant artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan mempunyai kekuatan yang paling besar.
v  Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien
v  Intrvalnya makin lama makin pendek
v  Kekuatanya makin besar dan pada kala pengusiran diikuti dengan refleks mengejan
v  Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali ke panjang semula.
v  Setiap kontraksi mulai dari “pace maker” yang terletak sekitar insersi tuba, dengan arah perjalan menuju serviks uteri dengan kecepatan 2 cm/detik.
v  Kontrasi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut, dan dapat menjalar kea rah paha.
v  Kekutan his kala ke-II (pengusiran)
  1. Kekuatan his pada akhir kala pertama atau permulaan kala ke dua mempunyai amplitude 60 mmHg, interval 3 sampai 4, dan durasi berkisar 60 sampai 90 detik
 Kekuatan his dan mengejan mendorong janing kearah bawah, dan menimbulkan ketegangan yang bersifat pasif.kekuatan his menimbulkan putar paksi dalam,penurunan kepala atau bagian terendah,menekan serviks di mana terdapat fleksus Frankenhauser,eshingga terjadi refleks mengejan. Kedua kekuatan his dan Refleks mengejan makin mendorong bagian terendah sehingga terjadilah Pembukaan pintu,dengan crowing dan penipisan perineum. Selanjuntnya kekuatan his dan refleks mengejan menyebabkan ekspulsi kepala, sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, muka, dan kepala seluruhnya.
Untuk meningkatkan kekuatan his dan mengejan lebih berhasil guna, posisi parturien sebagai berikut :
v  Badan di lengkukan sehingga dagu menempel pada dada
v  Tangan merangkul paha sehingga pantat sedikit terangkat yang menyebabkan pelebaran pintu bawah panggul melalui persendian sacro-coccygeus
v  Dengan jalan demikian kepala bayi akan ikut serta membuka diafragma pelvis dan vulva perineum semakin tipis
v  Sikap ini di kerjakan bersamaan dengan his dan mengejan, sehingga resultante kekuatan menuju jalan lahir.

  1. Kekuatan his (kontraksi) rahim pada kala ke tiga.
Setelah istirahat sekitar 8 sampai 10 menit rahim berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya, di lapisan nitabusch. Pelepasan plasenta dapat di mulai dari pinggir atau dari sentral dan terdorong ke bagian bawah rahim. Untuk melepasakan plasenta di perlukan dorongan ringan secara crede.
  1. kekuatan his pada kala IV
Setelah plasenta lahir , kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitude sekitar 60 sampai 80 mmHg. Kekuatan kontraksi ini tidak di ikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk thrombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan thrombus terjadi penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his dapat di perkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat menyusui sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior.

Pengeluaran oksitosin sangat penting yang berfungsi :
v  Merangsang otot polos yang terdapat di sekitar alveolus kelenjar mamae, sehingga ASI dapat di keluarkan.
v  Oksitosin dapat merangsang kontraksi rahim
v  Kontraksi otot rahim yang di sebabkan oksitosin mengurangi perdarahan postpartum.
Dalam batas yang wajar maka rasa sakit postpartum tidak memerlukan pengobatan serta dapat di atasi dengan sendirinya.

Gambaran perjalanan persalinan secara klinis
Gambaran jalannya persalinan secara klinis dapat di kemukakan sebagai berikut :
I.                   Tanda persalinan sudah dekat
v  Terjadi lighteing
v  Terjadi his permulaan (palsu)
II.                Tanda persalinan
v  Terjadi his persalinan
v  Terjadi pengeluaran pembawa tanda
v  Terjadi pengeluaran cairan
III.             Pembagian waktu persalinan
v  Kala I        : Sampai pembukaan lengkap
v  Kala II       : Pengusiran janin
v  Kala III     : Pengeluaran uri
v  Kala IV     : Observasi 2 jam
IV.       Pimpinan persalinan
-    Sikap menghadapi setiap pembagian waktu persalinan
V.          Perawatan di ruang inap
-    Konsep rawat gabung dan mobilisasi dini

Berikut ini akan di jelaskan lebih mendalam tentang jalannya persalinan.
I. Tanda persalinan sudah dekat

  1. Terjadi lightenting
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang di sebabkan :
v  Kontraksi Braxton hicks
v  Ketegangan ligamentum rotundum
v  Gaya berat janin di mana kepala ke arah bawah
Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul yang di sebabkan ;
v  Terasa ringan di bagian atas, rasa sesaknya berkurang
v  Di bagian bawah terasa sesak
v  Terjadi kesulitan saat berjalan
v  Sering miksi (beser kencing)
Gambaran lightening pada primigravida menunjukan hubungan normal antara ketiga P yaitu :
v  Power (Kekuatan his)
v  Passage (Jalan lahir normal)
v  Pasanger (Janinnya dan plasenta)

  1. Terjadi his permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks. Kontraksi ini dapat dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan menganggu. Kontraksi Braxton hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesterone, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone makin berkurang, sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu.
Sifat his permulaan (palsu) :
v  rasa nyeri ringan di bagian bawah
v  datangnya tidak teratur
v  tidak ada perubahn pada serviks atau pembawa tanda
v  durasinya pendek
v  tidak bertambah bila beraktivitas
II. Tanda persalinan
  1. Terjadi his persalinan
His persalinan mempunyai sifat :
v  Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan
v  Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek, dan kekuatannya makin besar
v  Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
v  Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah
  1. Pengeluaran lender dan darah (pembawa tanda)
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
v  Pandataran dan pembukaan
v  Pembukaan yang menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.
v  Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah

III. Pembagian tahap persalinan
  1. Persalinan kala I
yang dimaksudkan dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve friedman, di perhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan .
  1. Kala II atau kala pengusiran
Gejala utam kala II (pengusiran) adalah :
1.      His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
2.      Menjelang akhir kala 1 ketuban pecah yang di tandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
3.      Ketuban pecah pada saat pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan karena tertekannya fleksus Frankenhouser
4.      Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi :
v  kepala membuka pintu
v  subocciput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan muka dan kepala seluruhnya.
5.      Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuain kepala pada punggung
6.      Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan :
v   Kepala di pegang pada os occiput dan dibawah dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
v   Setelah ke dua bahu di lahirkan, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
v   Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
7.      Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan sampai multigravida 30 menit.
  1. Kala III (Pelepasan uri)
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
Lepasnya plasenta sudah dapat di perkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda di bawah ini :
v  Uterus menjadi bundar
v  Uterus terdorong ke atas, karena plasenta di lepas ke segmen bawah rahim
v  Tali pusat bertambah panjang
v  Terjadi perdarahan
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara Crede pada fundus uteri.
  1. Kala IV (Observasi)
Kala IV di maksudkan untuk melaksanakan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan :
v  Tingkat kesadaran penderita
v  Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu badan
v  Kontraksi uterus
v  Terjadi perdarahan
catatan :  Perdarahan di anggap normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 CC.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ida, Bagus Gde Manuaba. Dkk. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan Keluarga berencana : Untuk Pendidikan Bidang. EGC: Jakarta